BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agama ialah kepercayaan terhadap Tuhan serta
segala sesuatu yang berkaitan dengannya. India yang terletak di kawasan Asia
Selatan merupakan tempat lahirnya agama-agama besar yang di anut oleh umat
manusia di dunia diantaranya ialah agama Hindu dan Budha.
Agama Buddha bagi bangsa Indonesia sebenarnya
bukanlah agama baru. Ratusan Tahun yang silam agama ini pernah menjadi
pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia tepatnya pada zaman kerajaan
Sriwijaya, kerajaan Maratam Purba dan keprabuan Majapahit. Candi
Borobudur, salah satu warisan kebudayaan bangsa yang amat kita banggakan tidak
lain cerminan dari kejayaan agama Buddha di zaman lampau.
Perkembangan agama Hindu-Budha tidak dapat
lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh
dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Budha. Dari tempat tersebut mulai
menyebarkan agama Hindu-Budha ke tempat lain di dunia. Agama Hindu tumbuh bersamaan
dengan kedatangan bangsa Aria (cirinya kulit putih, badan tinggi, hidung
mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa melalui celah Kaiber (Kaiber Pass) pada
2000-1500 SM dan mendesak bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap) dan
bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang telah mendiami daerah tersebut.
Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti berhidung pesek dan Dasa yang
berarti raksasa. Bangsa Aria sendiri termasuk dalam ras Indo Jerman. Awalnya
bangsa Aria bermatapencaharian sebagai peternak kemudian setelah menetap mereka
hidup bercocok tanam. Bangsa Aria merasa ras mereka yang tertinggi sehingga
tidak mau bercampur dengan bangsa Dravida. Sehingga bangsa Dravida menyingkir
ke selatan Pegunungan Vindhya.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimanakah proses lahirnya Agama Budha di
Indonesia?
1.2.2
Seperti apa proses Pertumbuhan dan Perkembangan
Agama Budha di Indonesia?
1.2.3
Bagaimana pula proses masuk dan menyebarnya
Agama Budha di Indonesia?
1.2.4
Bagaimana asal-ususl masuknya Agama Budha di
Indoneisa?
1.3 Tujuan
1.3.1
Siswa dapat menjelaskan tentang sejarah
lahirnya agama Hindu-Budha di India dan di Indonesia
1.3.2
Siswa dapat menyebutkan hal-hal penting yang
berhubungan dengan proses penyebaran Agama Hindu-Budha di India dan Indonesia
1.3.3
Mengetahui proses lahirnya Agama
Hindu-Budha di India.
1.3.4
Mengetahui proses masuk dan
menyebarnya Agama dan Kebudayaan Budha di Indonesia.
1.3.5
Mengetahui seperti apa proses Pertumbuhan
dan Perkembangan Agama Budha di Indonesia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Definisi Agama Budha
Agama Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari
anak benua India dan meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan praktik yang
sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha
Gautama, yang secara umum dikenal sebagai Sang Buddha (berarti “yang telah
sadar” dalam bahasa Sanskerta dan Pali). Sang Buddha hidup dan mengajar di
bagian timur anak benua India dalam beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4
SEU (Sebelum Era Umum). Beliau dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang
guru yang telah sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk
membantu makhluk hidup mengakhiri ketidaktahuan/kebodohan (avidyā),
kehausan/napsu rendah (taṇhā), dan penderitaan (dukkha), dengan
menyadari sebab musabab saling bergantungan dan sunyatam dan mencapai Nirvana
(Pali: Nibbana).
Kitab Suci agama Buddha adalah Tri Pitaka. Tri itu
bermakna tiga, dan pitaka itu bermakna bakul, tapi dimaksudkan adalah bakul
hikmat.hingga Tripitaka itu bermakna Tiga Himpunan Hikmat, yaitu;
2.1.1
Sutta Pitaka, berisikan himpunan ajaran dan kotbah Buddha Gautama.Bagian terbesar
berisi percakapan antara Buddha dengan muridnya.Didalamnya juga termasuk
kitab-kitab tenyang pertekunan (meditasi),dan peribadatan,himpunan
kata-kata hikmat,himpunan sajak-sajak agamawi,kisah berbagai orang suci.
Keseluruhan himpunan ini ditunjukkan bagi kalangan awam dalam agama Buddha.
2.1.2
Vinaya Pitaka, berisikan Pattimokkha,yakni peraturan tata hidup setiap anggota
biara-biara (sangha). Didalam himpunan itu termasuk Maha Vagga, berisikan
sejarah pembangunan kebiaraan (ordo) dalam agama Buddha beserta hal-hal yang
berkaitan dengan biara. Himpunan Vinaya-pitaka itu ditunjukkan bagi masyarakat
Rahib yang dipanggilkan dengan Bikkhu dan Bikkhuni.
2.1.3
Abidharma-pitaka, yang ditunjukkan bagi lapisan terpelajar dalam agama Buddha, bermakna :
dhamma lanjutan atau dhamma khusus. Berisikan berbagai himpunan yang mempunyai
nilai-nilai tinggi bagi latihan ingatan,berisikan pembahasan mendalam tentang
proses pemikiran dan proses kesadaran. Paling terkenal dalam himpunan itu ialah
milinda-panha (dialog dengan raja Milinda) dan pula Visuddhi maga (jalan menuju
kesucian)
2.2
Asal - Usul Agama Budha
Agama Buddha lahir di negara
India, lebih tepatnya lagi di wilayah
Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap
agamaBrahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM
sampai sekarang dari lahirnya Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah
salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Agama
Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India,
ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia
Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah
menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di
beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan,
dsb. Pencetusnya ialah
Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai
Gautama Buddha oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha
sampai ke negara
Tiongkok pada
tahun
399 Masehi,
dibawa oleh seorang
bhiksubernama
Fa Hsien.
Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari
Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai
lokal.
Setiap aliran Buddha berpegang kepada
Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya
tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya
kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu
Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah
Sang Buddha),
Vinaya Piṭaka (peraturan
atau tata tertib para bhikkhu) dan
Abhidhamma Piṭaka (ajaran
hukum metafisika dan psikologi).
Hari Raya
Terdapat empat hari raya besar dalam Agama
Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci
Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha
yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.
2.2.1.
Waisak
Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran
Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna
Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari
Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India,
Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri
Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada
gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta.
2.2.2.
Kathina
Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah
menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa
Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan
persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para
Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama
Buddha
2.2.3.
Asadha
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha
Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak,
guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang
pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi.
Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji,
dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang
pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela
merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai
kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama
dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha
Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi
). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap.
Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma
dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha
berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ).
Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai
guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha
yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai
akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha
yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini
dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah
Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan
mengenai Empat
Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani
) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.
2.2.4.
Magha
Puja
Hari
Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha
dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang
kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu),
yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang
lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha.
Tempat ibadah agama Buddha disebut
Vihara.
2.3
Solusi Agama Budha dalam Mencapai
Kebahagiaan
Budha Gautama menerima
dan melanjutkan ajaran agama Brahma/Hindu tentang karma. Yakni hukum sebab
akibat dari tindak laku di dalam kehidupan, dan ajaran tentang samsara, yakni
lahir berulang kali ke dunia sebagai lanjutan karma dan ajaran tentang moksa
yakni pemurnian hidup itu guna terbebas dari Karma dan Samsara.
Sekalipun Budha Gautama
menerima ajaran tentang karma dan samsara itu akan tetapi aia menyelidiki dan
meneliti pangkal sebab dari keseluruhannya itu, dan merumuskan di dalam Empat
Kebenaran Utama.
Sekalipun Budha Gautama
menerima ajaran tentang Moksa itu, akan tetapi ia tidak dapat menerima dan
membenarkan upacara-upacara kebaktian penuh korban mencapai moksa itu, dan lalu
menunjukkan jalan yang hakiki bagi mencapai Moksha yang dirumuskan dengan
Delapan Jalan Kebaktian.
Kotbah Pertama Budha
Gautama di Isipathana, dalam Taman Menjangan, dekat Benares, berisikan uraian
panjang lebar mengenai “Empat Kebenaran Utama” yang pada dasarnya merupakan
pendekatan Budha dalam memecahkan masalah kehidupan ini dan Delapan Jalan
Kebaktian itu.
2.3.1 Ajaran-Ajaran Agama
Budha
A.
Empat kebenaran utama (khutbah pertama sang budha )
1. “Dukha” Lahirnya manusia, menjadi tua dan meninggal dunia.
2. “Samudaya” Penderitaan itu di sebabkan oleh hati yang tidak ikhlas dan hawa
nafsu.
3. “Nirodha” Penderitaan dapat di hilangkan, dengan hati ikhlas dan hawa nafsu
ditahan
4. “Magga” (jalan), Budha mengemukakan empat tingkatan jalan yang harus
dilalui yaitu :
a) Sila ( kebajikan)
b) Samadhi (perenungan)
c) Panna (pengetahuan atau hikmat)
d) Wimukti (kelepasan)
Kemudian keempat tingkatan ini diselaraskan dengan delapan jalan
tengah atau jalan kebenaran (Astavida) atau Arya Attangika Mangga :
a. Berpandangan yang benar
b. berniat yang benar
c. Berbicara yang benar
d. Berbuat yang benar
e. Berpenghidupan yang benar
f. Berusaha yang benar
g. Berperhatian yang benar
h. Memusatkan pemikiran yang benar
2.3.2 Ada tiga pengakuan dalam agama budha yaitu :
a. Buddhan saranan gacchami (saya berlindung didalam budha)
b. Dhamman saranam gacchami (saya berlindung didalam dhamman)
c. Sangham saranam gacchami (saya berlindung didalam sangha ).
2.3.3 Dassasila (sepuluh peraturan ) bagi penganut agama
budha.
Setiap penganut
agama budha dari golongan bikshu, maupun pengikut biasa. Jika mereka perempuan
harus berusaha mencapai keselamatan dan melepaskan diri dari lingkungan hawa
nafsu, dan memiliki akhlak serta sifat-sifat keutamaan dengan menjalankan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sang budha, dassasila (sepuluh
peraturan), yaitu;
a.
jangan mengganggu dan
menyakiti makhluk
b.
jangan menggambil apa
yang tidak di berikan
c.
jangan berzina
d.
jangan berkata bohong
e.
janagn meminum barang
yang bias memabukkan.
Dan untuk golongan biksu ditambah lima lagi
f.
jangan makan bukan pada
waktunya
g.
jangan menonton dan
menghadiri pertunjukan
h.
jangan memakai perhiasan
emas dan wangi-wangian.
i.
Jangan tidur di tempat
yang enak
j.
Jangan mau menerima
hadiah uang.
2.3.4 Rukun syarat beragama budha
Adapun rukun beragama
budha dan ketentuan-ketentuan dalam beragama budha adalah sebagai berikut :
a.
tiap-tiap orang
hendaklah berusaha mengetahui budha itu sedalam dalam nya.
b.
Manusia harus mempunyai
sukma yang halus
c.
Manusia jangan sampai
melakukan perbuatan yang menyakiti orang lain
d.
Manusia harus mencari
penghidupan yang tidak mendatangkan kebinasaan bagi orang lain.
e.
Tiap tiap orang harus
mempunyai niat yang suci dan bersih
f.
Tiap tiap orang hendaknya
memikirkan semua mahkluk
g.
Manusaia hendaklah
mempunyai roh yang kuat untuk menciptakan kebaikan dan menghilangkan kejahatan.
2.4. Kritik Agama Buddha Terhadap Veda Maupun Brahma
Ini berawal dari
situasi India menjelang lahirnya Budhisme dalam keadaan kacau, hal ini disebabkan
karena serangan bangsa-bangsa dari luar India secara bertubi-tubi. Keadaan ini
menimbulkan beban psikhologis bagi masyarakat India berupa timbulnya
kebingungan, kekecewaan, dan keraguan terhadap apa yang selama ini dijadikan
pedoman hidup beragama dan bernegara. Dari sinilah timbul krisis kepercayaan.
Ini terbukti bahwa bangsa Arya yang selama ini merasa paling unggul dan jauh
lebih maju dari penduduk asli India ternyata mengalami kekalahan ketika melawan
bangsa luar. Dan saat itulah pedoman hidup yang selama ini mereka pakai yang
bersumber dari veda maupun brahmana mulai dipertanyakan sebagai sumber
kepercayaan maupun sebagai pedoman hidup yang mendatangkan kebahagiaan atau
kesejahteraan hidup di dunia.
Dengan demikian orang
mulai mempertanyakan kebenaran ajaran Brahmana yang sangat menekankan upacara
persajian yang rumit, jelimet, dan formalitas sebagai satu-satunya jalan untuk
memperoleh kesejahteraan atau kebebasan tersebut.
Dalam situasi yang
demikian inilah agama Budha menyampaikan kritikan-kritikan yang tajam. Beberapa
penyimpangan yang dikritik oleh Budha adalah antara lain:
2.4.1.
Otoritas kaum Brahmana
dan ketergantungan seseorang kepadanya
2.4.2.
Upacara persajian yang
rumit , jelimet, formalitas, dan kuno
2.4.3.
Doa yang membuat para
dewa tidak berdaya dihadapan pendeta (Imam)
2.4.4.
Budha mengkritik ajaran
Brahmana bahwa proses pembebasan itu sangat panjang yaitu harus melewati
jenjang Brahmana. Alasannya yaitu menurut Budha, bagaimana mungkin perbuatan
yang sama baiknya, namun karena berbeda stastusnya, bisa mendatangkan pahala
yang berbeda.
2.4.5.
Budha sangat menentang
dominasi Brahmana serta mengkritik doktrin Brahmana atau menentang legitimasi
Weda. Doktrin Brahmana yaitu, pertama, menyatakan Weda sebagai satu-satunya
sumber kebajikan, kebenaran spiritual dan ritual. Kedua, menyatakan Brahmana
sebagai warga yang paling terhormat dalam rangkaian konsepsi Wanasrama yang
dianut oleh ajaran Bramanisme.
Selain menolak jalan upacara mencapai moksa atau nirwana, jalan penyiksaan
diri yang keras sebagaimana yang diajarkan oleh Yoga juga ditolak.
Indonesia merupakan negara yang dianggap strategis, karena terletak
diantara dua benua dan dua samudera. Hal itu yang menyebabkan pada zaman dahulu
Indonesia di jadikan sebagai jalur pelayaran yang strategis antara India ke
China ataupun sebaliknya, banyaknya pedagang China dan India melalui Indonesia
menyebabkan adanya pengaruh kebudayaan baik dari India maupun dari China. Para
pedagang itu juga tidak semata-mata melakukan perdagangan di wilayah Nusantara,
akan tetapi mereka juga berperan dalam proses penyebaran agama pada saat itu
khususnya Hindu dan Buddha. Hindu merupakan agama yang dianggap sebagai agama
paling tinggi kedudukannya saat itu, karena mereka mengenal system kasta
sehingga yang bisa mempelajarinya hanyalah kalangan tertentu saja. Sedangkan
Buddha merupakan agama yang tidak mengenal kasta, sehingga dapat menyebar
dengan merata tanpa memandang suatu kalangan atau pun kasta tertentu. Masuknya
agama Buddha di Indonesia itu sekitar awal abad pertama atau saat dimulainya
perdagangan melalui jalur laut, namun itu hanyalah perkiraan kedatangan para
pedagang dari India atau pun dari China. Sedangkan bukti-bukti yang menyebutkan
adanya orang Indonesia yang memeluk agama Budha itu sekitar adab ke-4 M.
Ditemukan Prasasti dan Ruphang
Buddha (Abad ke-4) Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat bukit meriam di
Kedah, sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang
diperkirakan mungkin merupakan kamar bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2
syair Buddhist dalam bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa
tertua. Tulisan yang kedua dari lempengan batu tersebut berbunyi : ” Karma
bertambah banyak karena kurang pengetahuan dharma Karma menjadi sebab tumimbal
lahir Melalui pengetahuan dharma menjadikan akibat tiada karma Dengan tiada
karma maka tiada tumibal lahir.” Bukti-bukti tertua dikatakan sekitar tahun 400
M., di Kalimantan Timur, dilembah-lembah Sungai Kapuas Mahakam dan Rata,
terdapat tanda-tanda lain dari pengaruh India terlihat dalam bentuk patung
Buddha dalam gaya Gupta.
Sebelum abad ke-5, di Kedah
Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patung-patung Buddha gaya Amaravati
ditemukan (ini dihubungkan dengan tempat-tempat tertua, Amarawati di Sungai
Kitsna kira-kira 80 mil dari pantai timur India, adalah negeri aliran besar
patung Buddha yang berkembang dari tahun 150 sampai 250 M.), namun adanya negara
Buddha di daerah-daerah itu belum ada yang mengetahui tentang kemungkinannya.
Sebuah kerajaan bernama Kan-to-li juga disebut oleh orang-orang tionghoa. Tahun
502 seorang Raja Buddha telah memerintah di sana dan tahun 519 putra raja
Vijayavarman mengirim utusan ke Tiongkok. Kerajaan ini diperkirakan berada di
Sumatera.
Kerajaan Srivijaya (Sriwijaya)
merupakan asal mula peranan kehidupan Agama Buddha di Indonesia, dimulai pada
zaman Srivijaya di Suvarnadvipa (Sumatera) pada abad ke-7. Berapa lama
Srivijaya telah ada sebelum itu masih merupakan suatu dugaan. Letak kerajaan
Srivijaya di Sumatera Selatan mungkin sekali di Minangatamwan di daerah
pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri (sekitar Palembang).
Catatan-catatan berharga berupa
prasasti-prasasti bila dikumpulkan menunjukkan adanya kerajaan kerajaan Buddha
di Palembang. Prasasti-prasasti itu adalah : Prasasti yang tertua ialah
Prasasti Kedukan Bukit (dekat Palembang) yang dapat dipastikan tahun Saka (=13
April 683) menceritakan perjalanan suci Dapunta Hyang berangkat dari
Minangatamwan. Prasasti yang ke-2 ialah Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang)
yang memperingati dan pembuatan taman Criksetra (taman umum) didirikan tahun
684 atas perintah Raja Dapunta Hyang Srijayanaca sebagai kebajikan Buddha untuk
kemakmuran semua makhluk. Semua harapan dan doa dalam prasasti itu jelas sekali
menunjukkan sifat Agama Buddha Mahayana. Prasasti yang ke-3 didapatkan di
Telaga Batu tidak berangka tahun. Di Telaga Batu banyak didapatkan batu-batu
yang bertuliskan Siddhayatra (=Perjalanan Suci yang berhasil) dan dari Bukit
Siguntang di sebelah Barat Palembang ditemukan sebuah arca Buddha dari batu
yang besar sekali berasal dari sekitar abad ke-6. Prasasti ke-4 dari Kotakapur
(Bangka) dan yang ke-5 dari Karang Berahi (daerah Jambi hulu), keduanya
berangka tahun 686 M.
I-Tsing dua kali datang ke
Srivijaya I-Tsing (634-713) seorang pendeta Buddha dari negeri Tiongkok yang
terkenal dalam perjalanannya ke India pada tahun 671. Dia mengatakan, dia
berlayar dari negeri Tiongkok ke Srivijaya dengan kapal saudagar Persia.
Pelayaran selanjutnya ke India dengan kapal Raja Srivijaya. Di Srivijaya
sebelum pergi ke India ia belajar bahasa Sansekerta selama 6 bulan. Ini
membuktikan betapa pentingnya Srivijaya sebagai pusat untuk mempelajari Agama
Buddha Mahayana pada waktu itu. Ia mengatakan di Srivijaya ada lebih dari 1000
biksu, aturan dan tata upacara mereka sama dengan di India demikian juga Agama
Buddha Mahayana yang ada di negeri Tiongkok.
Tahun 685 I-Tsing setelah
belajar selama 10 tahun di Universitas Buddha Nalanda di Benggala, ia kembali
ke Srivijaya dan tinggal di sana sekitar 4 tahun untuk menterjemahkan teks
Agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin. Ia juga mencatat
Vinaya dari Sekte Sarvastivada. Tahun 689 karena keperluan mendesak akan
alat-alat tulis dan pembantu, ia pulang ke Canton Selatan, kemudian ia kembali
ke Srivijaya dengan 4 orang teman dan tinggal di sana untuk merampungkan
memoirnya tentang Agama Buddha pada masanya. Memoir ini diselesaikan dan
dikirim ke Tiongkok tahun 692, dan tahun 695 ia kembali ke Tiongkok. Bersamaan
waktu dengan I-Tsing juga teman-temannya dari Tiongkok sebanyak 41 bhiksu yang
mahasiswa datang belajar Agama Buddha Mahayana di Srivijaya. Adalah sangat
disayangkan bahwa tidak terdapat peninggalan buku-buku Agama Buddha Mahayana
dari Zaman Srivijaya sebagai pusat pendidikan Agama Buddha yang bernilai
internasional pada masa itu.
Selain kerajaan Srivijaya,
masih banyak kerajaan-kerajaan lain yang bercorak Buddha di Indonesia. Seperti
kerajaan Tarumanegara, Mataram kuno, dan lain sebagainya. Semua kerajaan itu
berperan dalam proses perkembangan agama Buddha di Nusantara, pengaruh India
pada masa kerajaan-kerajaan itu sangat terasa. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya bangunan-bangunan peribadatan seperti candi-candi dan sebagainya. Agama
Buddha di masa itu memang sedikit banyak terpengaruh oleh agama Buddha dari
negeri asalnya tersebut, karena corak dari patung Buddha tersebut mencirikan
patung-patung Buddha di India.
Namun pada perkembangannya
sampai saat ini, pangaruh India kian memudar. Justru pengaruh dari negeri
Tionghoa-lah yang paling mendominasi Agama Buddha sampai saat ini, terbukti
dari bentuk patung, tempat sembahyangnya maupun seluruh ornamen dalam Agama
Buddha saat ini lebih didominasi unsur Tionghoa ketimbang dari India. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya orang Tionghoa yang Bergama Buddha yang berdagang di
Nusantara sejak zaman dahulu, sehingga proses perkembangan agama Buddha lebih
banyak di dominasi oleh kebudayaan orang Tionghoa ketimbang dari India.
Menurut kami Agama Buddha itu
sampai di Indonesia pada awalnya berasal dari India, akan tetapi dalam
perkembangannya agama Buddha lebih di dominasi oleh pengaruh China. Pada saat
ini pula orang-orang yang memeluk agama Buddha di Indonesia kebanyakan adalah
orang-orang “Keturunan” China, dibandingkan dengan orang-orang “Keturunan”
India maupun masyarakat Pribumi sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses
masuk dan berkembangnya agama Budha ke Indonesia karena ada nya
kedatangan para dharmaduta ke Indonesia mendorong banyak orang pergi
berziarah ke India untuk mengunjungi tempat-tempat suci dan pusat-pusat agama
Buddha seperti Universitas Nalanda dan lain-lain. Setelah kembali ke Indonesia
mereka mendirikan candi-candi dengan berbagai bentuk dan ukuran.
Agama Buddha yang semula berkembang di Pulau
Jawa dan Sumatra adalah beraliran Theravada yang dikembangkan oleh Bhiksu
Gunawarman. Lambat-laun aliran ini terdesak oleh aliran-aliran lain yang masuk
ke Indonesia setelah mereka mempunyai kedudukan yang kuat di India.